Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian Kritarsi/Kritokrasi menurut para ahli, ciri-ciri, dan juga jenis Kritarsi/Kritokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan.
Kritarsi/Kritokrasi adalah sistem hukum dan politik yang biasanya ditemukan dalam struktur kelembagaan masyarakat tradisional, terutama yang digambarkan oleh para antropolog sebagai “acephalous,” “polycentric,” atau “stateless”, alias tidak memiliki figur pimpinan/ketua atau tidak memiliki negara.
Sistem pemerintahan ini dikepalai oleh hakim yang bertugas mengambil keputusan atas masalah-masalah yang dialami oleh rakyat.
Sebagai acuan pengambil keputusan, biasanya rakyat atau kelompok yang menggunakan sistem ini sudah mempercayai suatu tata aturan yang sama, misalnya Agama, dan nantinya sang Hakim akan mengambil keputusan dengan tata aturan tersebut sebagai acuan.
Daftar Isi
Asal Kata Kritarsi/Kritokrasi
Kritarsi/Kritokrasi berasal dari kata Yunani kuno yaitu krites yang berarti hakim, dan árkhō yang berarti “untuk memimpin”.
Sejarah Kritarsi/Kritokrasi
Konsep Kritarsi/Kritokrasi pertama kali muncul diperkirakan adalah pada zaman bangsa Israel kuno yang membentuk konfederasi antar suku, seperti yang tercantum dalam Buku Hakim-Hakim, terkait perjalanan Yeshua menuju Kanaan dan sebelum masa Kerajaan Saul.
Kelebihan dan Kekurangan Kritarsi/Kritokrasi
Suatu sistem pemerintahan yang berhasil diterapkan di suatu negara, belum tentu tepat untuk diadaptasi oleh negara lain, dan itu memang karena dari setiap sistem pemerintahan selalu ada kelebihan dan kekurangannya.
Sama halnya dengan sistem Kritarsi/Kritokrasi yang juga memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu sebagai berikut:
Kelebihan Kritarsi/Kritokrasi
- Sistem politik tanpa institusi pemerintahan politik
- Memiliki acuan yang sudah disetujui bersama
Kekurangan Kritarsi/Kritokrasi
- Tidak memiliki badan pemerintahan
- Mengandalkan pada sosok hakim, dapat memberi kekuasaan yang berlebihan pada hakim tersebut.
Negara-negara yang menganut sistem Kritarsi/Kritokrasi
Negara modern yang menganut sistem pemerintahan ini sejatinya tidak ada, meskipun bisa dibilang negara Somalia yang sempat paling mendekati sistem pemerintahan ini.
Somalia yang carut marut kondisi ekonomi dan politiknya selama beberapa waktu dihadapkan pada kondisi tanpa pemimpin, dan akhirnya segala urusan hukum diputuskan oleh hakim yang mengacu kepada adat tradisional mereka, xeer, dan beberapa dikabarkan ada yang mengacu kepada hukum Syari’ah.