Sejarah Kesultanan Ternate di Indonesia

Berikut ini adalah Sejarah Kesultanan Ternate, mulai dari berdiri hingga kepada masa keruntuhannya, dan juga masa kejayaannya.
sejarah-nusantara

Bagikan artikel ini :

Sejarah Kesultanan Ternate di Maluku diawali dengan 4 kerajaan besar yaitu Kerajaan Ternate. Kerajaan Tidore, Kerajaan Bacan dan Kerajaan Jailolo. Antara ke 4 kerajaan itu selalu terjadi perselisian untuk memperebutkan daerah penghasil rempah-rempah yaitu hasil perkebunan cengkeh, dan paladan fuli.

Akhirnya kerajaan Ternate-lah yang memegang kedudukan penting diantara empat kerajaan tersebut. Bandar Ternate menjadi pusat perdagangan rempah- rempah yang berada Maluku Utara.

Penyebaran Islam di Ternate

masjid-sigi-lano-ternate

Agama Islam dalam Sejarah Kerajaan Ternate masuk ke area tersebut pada abad ke 15. Sejak dulu pedagang-pedagang dari Indonesia Barat khususnya di Jawa banyak yang datang untuk berdagang di Maluku.

Mereka membawa barang-barang kebutuhan rakyat, seperti: beras.gula merah, garam, dan tekstil. Sebaliknya pedagang-pedagang itu membeli rempah-rempah untuk diperdagangkan ke wilayah bandar- bandar di sekitar Selat Malaka.

Sambil berdagang mereka juga menyebarkan atau menyiarkan agama Islam di wilayah Maluku kepada penduduk disana. Setelah disana banyak penganut agama Islam, banyak pemuda yang dikirimkan ke Jawa Timur untuk memperdalam menyempurnakan ilmu agama Islam.

Adapun raja pada masa Sejarah Kesultanan Ternate yang pertama-tama menganut agama Islam ialah Sultan Marhum (1465 – 1486 Masehi). Sejak itu Ternate menjadi pusat Islam terbesar di Maluku. Pada akhir abad-16 agama Islam tersiar hingga Mindanao (Philipina Selatan), karena Mindanao menjadi daerah kekuasaan di wilayah Ternate.

Hubungan antara Ternate dan Tidore

Dalam Sejarah Kesultanan Ternate, persaingan wilayah Ternate dan Tidore Telah berabad-abad lamanya dikarenakan baik Ternate maupun Tidore selalu berusaha untuk menguasai sendiri seluruh hasil rempah- rempah yang sudah didapatkan.

Hal itu menyebabkan timbulnya 2 persekutuan yang memecah belah persatuan rakyat di Maluku karena pertentangan itu.

Kedatangan Portugis di Ternate

Hubungan Ternate dengan orang Portugis pada masa itu terdapat Orang Portugis pertama kali datang di Maluku pada tahun 1512 masehi. Mereka disambut dengan baik oleh masyarakat Ternate maupun Tidore. Selanjutnya baik Ternate maupun Tidore, saling berusaha untuk menarik orang Portugis ke pihaknya agar saling bekerja sama.

BACA JUGA  Pengertian Majas Depersonifikasi beserta Contoh Kalimat

Keduanya menawarkan kepada Portugis untuk mendirikan pangkalan tetap di sana serta menjadi pembeli tunggal cengkeh di wilayahnya.

Portugis akhirnya memilih bersekutu atau bersahabat dengan Ternate dan setuju dengan kerja sama yang ditawarkan. Sebagai realisasi dan persekutuan itu, pada tahun 1521 masehi Portugis menawarkan untuk mendirikan benteng Santo Paolo di Ternate.

Dengan benteng Santo Paolo sebagai basis kekuatannya wilayahnya setapak demi setapak Portugis hendak  menguasai seluruh wilayah Maluku. Sultan Ternate yaitu Hairun dengan putranya Baabullah dipaksa untuk mengakui kekuasaan raja Portugal dan peristiwa tersebut terjadi pada 1564 masehi.

Persaingan Portugis dengan Spanyol

Persaingan terjadi antara Portugis  dan Spanyol di Maluku. Sultan Tidore yang merasã diabaikan oleh Portugis kemudian bersahabat dengan Spanyol pada tahun 1526 masehi. Persaingan dan pertentangan antara Ternate dan Portugis di satu pihak dengan Tidore Spanyol di lain pihak mengeruhkan suasana dengan wilayah Maluku.

Masing-masing pihak selalu mencari keuntungan sendiri-sendiri yang menguntungkan wilayahnya. Berhubung dengan kehadiran Spanyol di Maluku, raja Portugal mengajukan protes keras karena dianggap melanggar perjanjian Tordesillas pada tahun 1494 masehi.

Untuk melerai persengketaan antara Portugal  dan Spanyol mengenai soal Maluku lalu diadakan perjanjian di Saragosa pada tahun 1529 masehi. Perjanjian tersebut menentukan tentang Maluku diserahkan kepada Portugal sementara Spanyol memperoleh Pilipina.

Pertempuran melawan Portugis

Sultan Hairun dengan paksa disuruh mengakui kekuasaan raja Portugal tetapi beliau tidak pernah menghiraukan soal hal tersebut.  Beliau tetap menjalankan politik pemerintahan atas kemauannya sendiri. Oleh sebab itulah kerjasama Ternate  dan Portugis makin lama makin memburuk hubungannya.

Hubungan yang tidak serasi semakin diperkeruh oleh sikap atau perbuatan gubernur dan orang-orang Portugis yang sangat tamak karena ingin lekas kaya dan menguasai harta.

BACA JUGA  Apa yang dimaksud dengan Kapitalisme ?

Ketika gubernur De Mesquita hendak merampas hak Sultan atas keuntungan dalam perdagangan cengkeh Sultan mempertahankannya mati-matian untuk mempertahankannya.

Pertempuran yang hampir pecah dapat dielakkan dan kemudian upacara perdamaian pun diadakan. Pada upacara tersebut, Hairun bersumpah atas Al Qur’an sedang De Mesquita bersumpah atas kitab Injil sesuai agamanya. Akan tetapi ketika Sultan Hairun berkunjung ka benteng Portugis  dengan tiba-tiba ía dibunuh, peristiwa keji itu terjadi pada tahun 1570 masehi.

Peristiwa pembunuhan Sultan Hairun menggemparkan seluruh wilayah Ternate. Dibawah pimpinan Sultannya yang baru yaitu Baabullah rakyat Ternate bangkit melawan orang Portugis atas tindakan tamaknya.

Bahkan Sultan Tidore juga membantu Baabullah yang pada Akhirnya orang-orang Portugis dapat ditundukkan dan menyerah diperlakukan dengan baik oleh rakyat Ternate. Setelah tahun 1575 kekuasaan Portugis di Ternate dan Maluku Utara berakhir.

Selanjutnya Portugis memindahkan pusat kegiatannya ke Ambon hingga tahun 1605 masehi dimana pada tahun tersebut Portugis diusir dari Ambon oleh VOC dari wilayah Ambon.

Masa Kejayaan Kesultanan Ternate

Di bawah pemerintah Sultan Baabullah, Ternate mengalami kemajuan dalam kerajaannya. Selain itu Baabullah berhasil mengenyahkan kekuasaan orang Portugis terhadap Maluku Utara karena Baabullah berhasil pula meluaskan kekuasaannya hingga Mindanao di sebelah Utara dan Hitu wilayah Ambon di sebelah selatan.

Kekuasaan Ternate meliputi 72 pulau besar dan kecil di nusantara. Sedangkan usaha Ternate untuk menguasai Tidore mengalami kegagalan dan Demikian pula usahanya untuk mengusir Portugis dari Ambon juga mengalami kegagalan.

Jatuhnya Kesultanan Ternate

Dengan semakin meluasnya pengaruh VOC dan Belanda di Nusantara, dan juga semakin tumbuh rasa ketidakpuasan terhadap dominasi Belanda tersebut, menimbulkan perlawanan-perlawanan sengit dari para penduduk Ternate.

Tercatat ada 3 perlawanan besar yang dilakukan Kesultanan Ternate untuk mengusir Belanda dari Indonesia, meskipun kesemuanya berakhir dengan kegagalan.

  • Pada tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon, Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate, Hitu dan Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya pada tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.
  • Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku Tengah sementara Pangeran Kalamata bergabung dengan raja Kesultanan Gowa, Sultan Hasanuddin. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan Sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655), namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi dkk berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga tewas terbunuh, sementara Pangeran Majira dan Kalamata menerima pengampunan sultan dan hidup dalam pengasingan.
  • Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak–tanduk Belanda yang semena-mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah–daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.
BACA JUGA  Sejarah Kerajaan Bali di Nusantara

Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia

Kesultanan Ternate hingga saat ini tetap dipertahankan keberadaannya meskipun hanya dijadikan sebatas warisan budaya tanpa memiliki kedaulatan.

Setelah sempat lowong selama 14 tahun semenjak diasingkannya Sultan terakhir yaitu Sultan Haji Muhammad Usman Syah pada tahun 1915 oleh pemerintah Hindia Belanda, akhirnya jabatan Sultan diteruskan oleh Sultan Iskandar Muhammad Jabir Syah dari tahun 1929-1975, dan kemudian oleh Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) dari tahun 1975-2015 lalu.

Baca juga artikel sejarah Nusantara kami lainnya:

  1. Sejarah Kerajaan Tarumanegara
  2. Sejarah Kerajaan Sriwijaya
  3. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai
  4. Sejarah Kerajaan Kalingga

Semoga artikel mengenai sejarah kesultanan Ternate ini dapat membuat kamu lebih memahami lagi mengenai bagaimana kehidupan di Nusantara pada jaman dahulu sebelum bersatu di bawah Republik Indonesia.

Download Artikel dalam Bentuk PDF

Artikel Lainnya

Loading...

Mau punya website sendiri ?

Yuk buat website di RBC Hosting

Kamu bisa membuat website apa saja, mulai dari sales page, profil usaha, website pribadi, blog, website acara, website katalog, undangan pernikahan online, dan masih banyak lagi sesuai kebutuhanmu. 

Mulai dari Rp300rb /tahun saja!

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan komentar via FB

DomaiNesia
Loading...