Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara tetangga yang memiliki hubungan sejarah yang erat, namun pada perkembangannya hingga saat ini masih saja diisi dengan berbagai konflik dan sengketa, mulai dari yang ringan hingga berat, yang terkait banyak hal, mulai dari sengketa budaya, olahraga, politik, dan lain sebagainya.
Namun tahu nggak kalau dahulu pernah ada satu konsep politik yang diusung, yang mencoba untuk menjadikan Indonesia serta Malaysia menjadi satu negara kesatuan?
Konsep politik tersebut dinamakan “Greater Indonesia” atau kalau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan nama “Indonesia Raya”, dan dalam Bahasa Malaysia dikenal dengan nama “Melayu Raya”.
Daftar Isi
Pencetusan Ide di Malaysia dan Hindia Belanda
Ide membentuk negara nusantara yang Bersatu dan independen tersebut dimulai pada sekitar tahun 1920-an di Hindia Belanda, yaitu diantara para masyarakat pribumi terpelajar yang tinggal di Hindia Belanda saat itu, dan juga diantara para kalangan terpelajar di Malaysia.
Di Indonesia (saat itu masih bernama Hindia Belanda / Dutch East Indies), ide tersebut akhirnya berhasil melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 di jalan Kramat no. 106, Jakarta, yang ditutup dengan lagu Indonesia Raya oleh WR Supratman menggunakan biolanya dan juga pembacaan isi dari sumpah tersebut.
Sementara di Malaysia (saat itu belum ada Malaysia, masih merupakan koloni-koloni jajahan Inggris), Ibrahim bin Yaacob dan Ishak Haji Muhammad membentuk organisasi Kesatuan Malaysia Muda (KMM) pada tahun 1938, yang memang ditujukan sebagai penggerak nasionalisme di wilayah Malaysia melawan penjajahan Inggris.
Penjajahan Jepang
Pada perang dunia 2, ambisi Jepang untuk menguasai wilayah Asia-Pasifik berbarengan dengan invasi Jerman dan Italia ke negara-negara Eropa dan Afrika membuahkan hasil, dan akhirnya Jepang berhasil masuk ke Asia Tenggara, diantaranya wilayah Hindia Belanda dan Malaysia.
Keberhasilan masuknya Jepang di wilayah nusantara sendiri tidak lepas dari peran KMM dan organisasi pemuda di Indonesia, yang saat itu dijanjikan oleh Jepang akan diberikan kemerdekaan apabila mereka membantu pihak Jepang mengusir tantara Belanda dan Inggris.
KMM pun mencoba menagih janji tersebut kepada Jepang pada bulan Januari 1942, namun ditolak dan bahkan organisasi KMM dibubarkan dan diganti menjadi pasukan sipil milisia yang diberi nama PETA (Pembela Tanah Air / Pembela Tanah Ayer)
Meskipun telah ditipu dan dibohongi olh Jepang, para pemuda tetap tidak mau menyerah, dan pada bulan Juli tahun 1945, dibentuklah Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung (KRIS) oleh Ibrahim Yaacob dan Burhanuddin al-Hilmi, keduanya berasal dari Malaysia, yang memiliki ambisi untuk melepaskan wilayah mereka dari penjajahan, dan bersatu dengan rakyat Indonesia.
Ibrahim Yaacob mengadakan pertemuan singkat dengan Soekarno dan Dr. Rajiman di wilayah Taiping, Perak, pada tanggal 12 Agustus 1945, untuk menyatakan keinginannya untuk mendirikan suatu negara kesatuan yang berisikan putera dan puteri Indonesia, Malaysia, dan semua yang berada di bawah jajahan Inggris dan Belanda di wilaya Nusantara.
Tiga hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang secara resmi menyerah kepada sekutu, dan menarik pasukannya dari wilayah-wilayah yang mereka duduki, dan pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi kemerdekaan Indonesia pun dibacakan.
Persimpangan Jalan antara Indonesia dan Malaysia
Setelah Jepang menyerah, rakyat Indonesia disibukkan dengan gerakan perlawanan terhadap Belanda, baik dari bangku politik maupun melalui pertempuran yang terjadi di berbagai lokasi yang berlangsung selama 4 tahun yaitu antara tahun 1945 hingga tahun 1949.
Di Malaysia sendiri, beberapa partai politik dan beberapa organisasi pun bersatu untuk merumuskan kemerdekaan mereka dari penjajahan Inggris, dan melakukan perburuan terhadap mereka yang telah membawa Jepang masuk ke wilayah mereka, diantaranya yang menjadi incaran adalah Ibrahim Yaacob dan Burhanuddin al-Hilmi.
Ibrahim Yaacob bersama istri dan mertuanya berhasil melarikan diri dan tinggal di Jakarta sampai akhir hayatnya pada tahun 1979, sementara Burhanuddin Al-Hilmi berhasil ditangkap dan menjadi ditahan pada tahun 1965, dan meninggal semasa menjadi tahanan pada tahun 1969.
Setelah kekalahan Jepang dan penarikan mundur pasukan mereka, ide mengenai Indonesia bersatu ini pun seakan terlupakan, namun sempat muncul kembali saat presiden Soekarno memberikan penolakan yang keras atas pendirian Negara Federasi Malaysia oleh Inggris.
Menurut Soekarno, negara federasi Malaysia yang akan dibentuk oleh Inggris tersebut hanyalah negara boneka yang bertujuan untuk menguatkan neo imperialism dan neo kolonialisme di wilayah Asia Tenggara, yang juga dianggap bertujuan untuk melemahkan ambisi Indonesia untuk menjadi negara besar di wilayah tersebut.
Penentangan itu pun menghasilkan sebuah konfrontasi berdarah di area perbatasan di wilayah Kalimantam, yang berlangsung selama 3 tahun, yaitu antara tahun 1963 hingga tahun 1966, yang berakhir akibat digantikannya posisi Soekarno oleh Soeharto setelah terjadinya G30SPKI.
Karena terjadinya konflik internal inilah akhinya Indonesia memutuskan untuk tidak melanjutkan konfrontasi, dan pada konferensi di Bangkok pada tanggal 28 Mei 1966, kedua negara sepakat untuk mengakhiri konfrontasi tersebut.
Tidak berhasilnya konsep Greater Indonesia atau Indonesia Raya atau Melayu Raya ini juga dipengaruhi oleh situasi politik di Malaysia, yang mana terjadi perseteruan antara para bekas anggota KMM yang menginginkan persatuan dengan Indonesia dengan partai serta organisasi tradisionalis yang ingin menegakkan syariat Islam di Malaysia melalui United Malays National Organisation (UMNO).
UMNO akhirnya memenangkan perseteruan politik tersebut, dan mereka yang menginginkan persatuan dengan Indonesia di cap sebagai sayap kiri, komunis, dan bahkan pengkhianat.
Kesimpulan
Pada akhirnya, konsep Indonesia Raya dan Melayu Raya ini tidaklah terjadi, dan masing-masing kembali sibuk mengurus permasalahan dalam negerinya.
Namun tetap tidak bisa dipungkiri bahwa penduduk Malaysia dan Indonesia memang memiliki hubungan yang erat sejak lampau, dan walaupun saat ini masing-masing negara tumbuh berkembang dengan ideologinya masing-masing, akankah lebih baik apabila kita tetap menjalin persaudaraan dan saling menghormati satu sama lain?
Artikel ini sendiri tidak memiliki tujuan apa-apa, hanya sekedar mengungkapkan sedikit fakta sejarah, dan justru dengan dibuatnya tulisan ini Asaljeplak berharap akan semakin muncul pengertian antara para penduduk kedua negara.